August 29, 2011

Romantika Mudik

Sebentar lagi Lebaran teman-teman...

Pasti udah pada mudik ke kampung halaman masing-masing ya ? Atau prefer ngga mudik karena males macet, berhimpitan dan mesti keluar biaya ekstra untuk tiket akomodasi yang melonjak 2 -3 kali lipat ?

Buat saya, mudik itu seperti kenangan masa kecil. Dulu sebelum harga tiket pesawat terhitung murah seperti sekarang, kami sekeluarga selalu mudik menggunakan kereta api. Saya masih inget, setiap kali kita mau mudik ke Surabaya, ke rumah eyang, saya selalu excited menyiapkan baju-baju yang akan kita packed ke koper. Meskipun ngga punya koper sendiri, saya masuk-masukin sendiri semua baju saya dan adik ke dalam koper ortu. Meskipun malemnya pasti di sortir lagi sama mama, karena practically saya bukan memilih baju mana yang mau dibawa tapi saya memindahkan isi lemari baju ke dalam koper ortu...hahahahaha...dengan alasan, kita ngga bakalan tau kita mau jalan-jalan kemana aja selama di Surabaya, and for me there's always every clothes for every occasions.

Dan pas di stasiun, saya selalu menyukai suasana hingar bingar stasiun kereta, harumnya kopi seduhan di kantin stasiun, manisnya arumanis atau rambut nenek yang biasa kami beli buat dimakan di kereta nanti, bunyi lonceng tanda ada kereta yang akan datang atau sekedar melewati stasiun. Sampai sekarang saya masih menyukai suasana stasiun kereta api.
Orang lalu lalang, dengan sanak saudara atau teman-teman bergerombolan membahas rencana mereka setibanya di tujuan (yep..saya kadang suka mencuri dengar percakapan mereka..lagipula meskipun saya ngga mencuri dengar, tetap aja kedengerean karena mereka bicara dengan suara keras meningkahi suara laju kereta atau suasana sekitar).
Waktu kecil, saya cuma berdua dengan adik cewek saya yang berjarak usia 2 tahun lebih muda dari saya..adik saya yang paling kecil, waktu itu belum direncanakan..hahahha..dan karena jarak usia kita yang dekat maka kita selalu main berdua. Dan di kereta kita kadang-kadang suka menggambar, main kartu, melambaikan tangan kepada tiap motor yang berhenti di pintu lintasan kereta, sampai ngitung kerbau karena udah bosen kok ngga nympe-nyempe ke Surabaya.

Sesampainya di tempat tujuan, saya juga menyukai suasananya. Melihat para penjemput datang menunggu kami datang, melihat keluarga saling berpelukan dan para orangtua saling cium pipi..sedangkan kami para anak-anak sbuk bercerita bagaimana akan menghabiskan THR dari paman dan bibi nantinya..hihihhihhi..atau memilih dengan sepupu favorite mana kami akan tidur bareng di kamar yang mana. Tentu saja kami, para anak-anak, akan memilih untuk ditempatkan di satu kamar paling besar tanpa orangtua..dan sepertinya keinginan kami selalu dituruti oleh eyang putri kami. Beliau sampai rela pindah kamar agar kamarnya (kamar paling besar di rumah pada saat itu) bisa kami pakai rame-rame. Dan selalu mengabaikan protes ortu kami dengan mengatakan "Wes ora popo, lha wong mek setaun sepisan aku pindah kamar, seng penting cucu-cucuku podo ngumpul kangen-kangenan, ojo tukaran nek wes podo ngumpul yo".

Dan pada saat hari H, kami semua berbaris untuk saling sungkeman (sungkem ndodok..yes..), meinta maaf atas semua kesalahan yang telah diperbuat, disengaja atau tidak. Berbaris juga berlaku apabila ingin dapat THR dari paman dan bibi. Eyang selalu meneteskan airmata pada saat anak dan cucu beliau sungkem, tapi saya yakin airmata itu pasti airmata bahagia melihat semua anak dan cucu bisa pada ngumpul dirumahnya.

Setelah eyang putri meninggal, dan setelah kami mulai besar, kami lalu mulai jarang pergi ke Surabaya..palingan hanya ortu yang menyempatkan diri untuk nyekar ke makam eyang..sedangkan kami para anak-anak sudah ngga mungkin lagi menyamakan jadwal sekolah, jadwal kuliah, urusan kantor dengan rencana mudik bersama. Jadi semakin besar, kami tidak merasakan lagi keriangan mudik..apalagi sekarang udah ada sms, online chatting, skype, yang memungkinkan orang dapat ketemu dangan orang lain tanpa harus meninggalkan rumah dan membayar ekstra mahal dan berhimpitan dengan orang banyak.
Mungkin termasuk saya..apalagi dengan sudah berkeluarga dan punya anak sendiri, mungkin saya jadi sedikit egois dan tidak lagi memikirkan mudik bersama. Ditambah, rumah ortu saya saat ini cuma berjarak beberapa kilometer dari rumah saya..jadi makin ngga berasa kalo ini namanya mudik juga..:)

Terkadang kangen dengan suasana mudik bersama..tapi sepertinya saya ngga mungkin menegok ke belakang terus kan? Life is moving forward.
Makanya seperti yang saya bilang tadi, kenangan mudik bersama itu adalah kenangan masa kecil saya.
Sampai kapan pun saya ngga bakalan lupa suasana mudik bersama, harumnya kehangatan keluarga. Sebab sampai kapan pun, keluarga saya akan selalu bersama saya. Dalam bentuk kehadiran fisik atau pun hanya dalam bentuk kenangan.

Selamat Lebaran..dan selamat mudik. Have a safe trip...:)

No comments:

Post a Comment