Ketika saya membaca artikel ini dari REUTERS, terbersit segulung kebangaan akan cita - cita sekelompok anak manusia, anak ibu pertiwi, yang berani mempertaruhkan nyawa mereka demi menggenggam sebuah ilmu sedari kecil.
REUTERS menurunkan berita dengan judul yang sangat menggelitik : "Everyday Indiana Jones"
Menurut berita yang dilansir oleh REUTERS, saya mengutip dari mereka, "Students hold on to the side steel bars of a collapsed bridge as they cross a river to get to school at Sanghiang Tanjung village in Lebak regency, Indonesia's Banten village January 19, 2012. Flooding from the Ciberang river broke a pillar supporting the suspension bridge, which was built in 2001, on Monday according to Epi Sopian the head of Sanghiang Tanjung village.
Sofiah, a student crossing the bridge, says she will need to walk for an extra 30 minutes if she were to take a detour through another bridge."
Yang membuat saya merasa kesal adalah, berita ini dilansir oleh sebuah warta asing..bukan dari negeri sendiri, yang sedang sibuk mengejar berita tentang para pejabat negara yang senang berfoya-foya ketimbang memikirkan (perasaan) rakyatnya.
Dan saya merasakan sedih yang mendalam..mengapa para pejabat itu bisa dengan gampangnya membeli kursi seharga 20 juta per buah..atau membeli multivitamin seharga 800 juta, atau yang lebih dahsyat lagi adalah mereka meminta renovasi toilet seharga 24 milyar !
Sedangkan rakyatnya bisa seharian ngga makan karena ngga tau mesti beli makanan menggunakan uang dari mana.
Bayangkan berapa banyak sekolah yang bisa dibangun untuk rakyat dengan anggaran yang disebutkan diatas tadi.
Bayangkan berapa puluh jembatan rusak yang bisa dibetulkan menggunakan anggaran dari toilet para pejabat.
Bayangkan berapa rumah sakit atau puskesmas yang bisa dibangun dari anggaran multivitamin pejabat. (yang ini juga membuat saya berpikir..jika memang sudah merasa tidak kuat stamina untuk menjadi wakil rakyat..seharusnya mereka mundur saja dari jabatan, bukannya membeli multivitamin seharga ratusan juta yang efeknya juga ngga begitu berpengaruh karena yang minum vitamin pun sudah letoy luar dalam)
Ternyata pejabat kita lebih mementingkan sebuah toilet daripada sebuah cita-cita..
Saya jadi bertanya-tanya..apakah dulu mereka pada sekolah di toilet ya ?? kok lebih milih membuat bagus toilet (yang masih layak pakai) ketimbang membangun sekolah rakyat.
Anak - anak bangsa ini mesti mempertaruhkan nyawa mereka untuk menyeberangi jembatan gantung yang sudah putus demi menuju ke sekolah.
Sebuah perjalanan panjang untuk kaki kecil mereka...seolah belum cukup jauh lokasi sekolah, ini masih harus ditambah dengan perjalanan layaknya sebuah medan tempur.
Pantas saja jika REUTERS menyebut mereka The Everyday Indiana Jones..karena mereka setiap hari harus "berpetualang" dengan sang keadaan demi mewujudkan cita-cita.
Jadi..jika hari ini kita mengeluh..betapa macetnya Jakarta di kala hujan (atau pun cerah)..ada baiknya kita melihat foto-foto mereka dan sebaiknya kita merasa malu.
Sebab, meskipun macet dan hujan deras..kita masih duduk manis di dalam mobil di sebelah sopir pribadi ditemani dengan ac dingin dan senandung dari merdunya suara Jason Mraz, sementara adik-adik kita di sekitaran Sungai Ciberang harus menyeberangi jembatan gantung putus demi mengejar sebuah cita-cita.
*sumber foto-foto : REUTERS
ah aku ngeliat iklannya nih kemarin. sedih banget ya ngeliatnya :(
ReplyDeletekabarnya berita ini sempet ditulis media lokal, mbak.. tapi gak ada respon yang berarti.. begitu diliput media internasional, baru deh orang indonesia panik.. well..well.. masak iya bolakbalik kita harus ngeliat dirisendiri dari kacamata orang lain ya.. sniff..
ReplyDeletenila : katanya metro tv yg nanayangin beritanya yaa..aku pas lg buka reuters liat photgraphers blog..eh pas lg ada berita ini..sedih yaa..
ReplyDeleteria : rumput tetangga emang lebih hijau ya mba..hiks..wartawan kita ngejar setoran ngeliput infotainment mulu..artis inilah..artis itulah..
ini sama nih kayak kasus batik..begitu mau di klaim malaysia, baru panik..kemana mereka dulu-dulu yaaa..dulu kl pk batik diledekin kayak nenek-nenek yang jualan di pasar beringharjo..
nasib bangsa ini..yang berprestasi pun jadi ngga keliatan ya karena banyak yg bikin ulah..sedihnya yg diliput terus yang bikin ulah terus..:(